on point : Sosial media
Sore itu, aku berbincang-bincang bersama teman kuliahku. Dia seorang perempuan yang menurutku rajin dan bisa diajak bekerja sama. Kami berada di satu kepanitiaan yang sama dan kebetulan satu keanggotan sie. Saat ini panitia sedang sibuk-sibuknya mencari dana, salah satu caranya yaitu membuka paid promote lewat akun instagram dan semua panitia harus mengunggah foto lewat akun instagram. Namun ada yang menarik bagiku, temanku ini tidak memiliki akun instagram dan tidak berniat untuk mengunduhnya. Oh Jshdgxbg, batinku terus berkata dan bertanya. "Plis, ini sudah modern dan masih ada yang nggak punya dan nggak tau isinya gimana", "masak sih ga pernah nyoba buka ig teman?" ...... Aku mulai menilai temanku dengan penilaian yang tidak seharusnya kuberikan padanya, atau bisa dikatakan aku mulai mengukur ukuran kaki temanku menggunakan sepatuku. Dia tidak sepertiku, aku sudah terjun dijejaring sosial sejak duduk dibangku sekolah dasar, MXIT, Friendster, Facebook, Twitter, BBM, Line, Whatsapp, Instagram, Ask FM, Snapchat, Wattpad. Aku mengenal semua itu, walaupun untuk saat ini beberapa aplikasi itu sudah tidak digunakan lagi (MXIT, Friendster, dan BBM) selebihnya aku masih memainkannya.
"Jaman kan semakin berkembang, kita gak boleh terlena. Kalau sudah punya Whatsapp yasudah tidak usah pakai BBM. Aku aja facebook jarang dibuka" katanya dengan penuh pembelaan.
Ya.......ada benar dan ada yang tak bisa kulakukan di kenyataannya sih. Nggak boleh terlena. Media sosialku banyak, tapi kalau semuanya mengarah ke hal-hal negatif, membuatku semakin bodoh dan tidak berkembang ya buat apa?
then i ask my self...
Twittermu buat ngetwit apa?
Instagrammu buat posting apa?
Linemu buat apa kalau udah ada WA?
Ask FM buat tanya siapa dan lihat pertanyaan siapa?
Wattpadmu buat baca apa?
Facebookmu buat apa kalau sekarang sudah sedikit yang buka?
Tidak sesempurna wanita-wanita penghuni surga yang telah dijamin oleh Yang Maha Kuasa
Hanya raga yang hina, pendosa dan pemilik celah yang penuh murka
Lalai sudah menjadi makanannya dan takabbur menjadi minumannya
Tuhan maaf aku masih begitu hina
(Lain kali, harus belajar cara mengendalikan prasangka mungkin ya biar hati ini nggak dipenuhin sama prasangka yang akhrinya berakhir dengan mudah menilai orang lain tidak lebih baik dari kita.)
Komentar
Posting Komentar