Cerita lain tentang "sedekah"
Malam itu, tepatnya malam dimana aku merasa sangat gembira karena bisa berbelanja ini itu dan menikmati keramaian kota bersama sahabat semasa SMP ku. Kami memang sengaja bertemu, karena sudah lama tidak bertemu. Seperti biasa wanita, kemana lagi tujuannya keluar kalau tidak belanja? Kami pun pergi ke salah satu mall di kotaku. Makan minum sesuka kita, berbelanja pernak-pernik yang sebetulnya sudah ada tapi dengan pemikiran "sekali-sekali boleh lah ya" semuanya terasa normal saja. Sepulang darisana, sekitar pukul 20.30 kami masih memutuskan untuk ke toko buku. "Enak ya kalau banyak uang", ucap sahabatku disela keramaian jalan raya. Sontak aku meng-iya-kan. Kalau punya uang banyak kan memang enak, mau beli ini itu ga usah mikirin mau makan apa besok, ga khawatir uangnya habis kalau cuma buat belanja sekali-sekali. Tidak lama setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan di toko buku, kami pun segera keluar karena toko tersebut sudah mau tutup. Waktu menunjukkan pukul 21.00, tapi aku masih belum bertujuan untuk pulang ke kost, aku mengantar temanku ke ATM dekat alun-alun kota. Terlihat jalanan kota ini masih saja ramai, banyak orang berlalu lalang entah kemana sebenarnya mereka akan berhenti. Temanku melihat seorang nenek berjualan kerupuk malam-malam, dagangannya masih banyak. Temanku, yang memang pemilik hati yang lembut dan nurani yang baik ini sontak mengajak beliau berbincang-bincang. Mereka menggunakan bahasa madura, entah sebenarnya apa yang mereka bicarakan tapi aku sedikit mengerti. Nenek itu bahkan tidak pulang kerumah dan tidur di dekat alun-alun. Kamipun membeli satu dagangannya lalu pulang. Aku jadi ingat sebuah nasehat yang pernah kudengar, entah dari siapa
"Kalau ada nenek-nenek atau kakek-kakek tua berjualan, beli aja walaupun sebenarnya kamu gak butuh atau gak ingin".
Setelah dari atm,kami mampir ke toko Pizza, tidak terlalu lama menunggu sekitar pukul 21.35 kami sudah menuju perjalanan pulang. Di jalan, temanku, lagi-lagi ia bertemu dengan pak tua penjual dinding bambu yang biasa disebut "gedek", ya, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri beliau sudah renta. Temanku melanjutkan ceritanya, Kakek penjual dinding bambu itu kata dosen agamanya adalah warga kabupaten Bondowoso, rumahnya di Bondowoso, dan beliau berjalan menuju kota Jember berjalan kaki. Beliau memang merokok, katanya untuk menahan lapar. Kota yang jauh apabila ditempuh dengan jalan kaki, tapi terkadang ia tak mendapatkan apa-apa, terkadang masih sama banyaknya bambu yang ia bawa ketika pergi dan pulang. Aku menyesal tidak berhenti malam itu, tapi apa gunanya penyesalanku? dan apa gunanya aku menulis penyesalan ku di blog yang sama - sekali tidak bisa membantuku untuk bertemu dengan beliau lagi?
Satu yang ingin aku tanamkan pada diriku dan semoga aku selalu mengingat ini, bahwa tidak ada keuntungan ketika kita menunda-nunda bersedekah. Tidak ada. Hanya ada penyesalan, karena kita tidak akan tahu apakah kita akan bertemu dengan orang tersebut di kemudian hari atau tidak. Jadi, jika kamu masih bisa memberinya sedikit sekarang, jangan menunggu untuk memberinya banyak tapi nanti. Waktu begitu menipu, keadaan pun kadang tak selalu lurus tanpa tikungan. :)
-d.i-
Komentar
Posting Komentar