Al Quran, Teman Hijrah Zara


Kehampaan, kesunyian dan air mata sepertinya bersahabat dengannya saat ini. Semenjak perasaan yang ia sebut cinta itu ditelantarkan begitu saja oleh lelaki yang sempat melukiskan kisah – kisah indah dihidupnya. “Adakah waktu dimana aku bisa kembali denganmu? Menyusuri jalan dengan senyum dan tawa keceriaan. Lalu aku bisa menatap senyummu dan akupun tersenyum karenamu.” Ucap gadis manis bernama Zara. Ia duduk dibangku kelas 2 SMA dan masih berumur 17 tahun.
Bangku dipojok kelas XI IPA 1 adalah tempat favorit dimana Zara bebas mengekspresikan segala macam kegundahan hatinya. Lewat kertas putih tak ternoda ia memulai menggoreskan tintanya.  Kata demi kata tersusun menjadi bait puisi yang indah. Seketika ia menghentikan goresan tintanya. Bayang-bayang masalalu terlintas dikepalanya.
“Aku tadi berdoa, dan tiba – tiba ingat kamu.”
“Jangan lupa sholat.”
“Jadilah seorang penulis.”
“Aku nggak sayang kamu tapi aku sayaaaaaang banget sama kamu.”
“Aku gak akan selingkuh kok,” air mata Zara pun menetes. Bayang-bayang Ardi tiba-tiba muncul dibenaknya.
“Maaf, sepertinya kamu lebih nyaman dengan teman-teman mu daripada denganku. Sepertinya hubungan kita harus berhenti disini.”
“Semoga kamu bisa bertemu dengan seseorang yang lebih baik dariku.”
Air mata yang menetes seolah memberi isyarat bahwa mulut tak bisa menjelaskan sakitnya luka yang  ia rasakan. Ya, memang tak semua rasa bisa terungkap dan tak semua kata bisa terucap. Sejak Ardi meninggalkan Zara, Zara pun mulai fokus ke agamanya. Guru agamanya disekolah selalu mengingatkan agar tidak pacaran, karena pacaran adalah perbuatan yang mendekati zina. Wa la takrobuz zina, dan jangan dekati zina begitulah penggalan surat Al Isra’ ayat 32 yang selalu dinasehatkan Pak Andi seusai mengajar di kelas. Mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukannya.

Zara sudah berusaha untuk menenangkan hatinya, mencoba menghapus segala kegundahan hati karena putus cinta namun ia belum menemukan obatnya. Sampai pada akhirnya dia ingat, cintanya kepada makhluk-Nya telah melalaikannya dengan Sang Maha Pencipta. Didepan cermin ia berkata, bagaimana aku bisa segila ini? Kenapa aku mengasihi seseorang yang bahkan menatap matanya zina mata dan merindukannya adalah zina hati. Zina ? ini bukan sekedar masalah namun ini adalah bahaya. Zara mulai takut,  teringat nasehat Pak Andi bahwa zina adalah jalan yang keji lagi jalan yang buruk. Apa yang bisa dilakukan seorang pendosa apabila ia khilaf? Taubat. Taubat selalu memiliki pintu yang tak pernah ditutup oleh pemiliknya.
Zara mulai sering  mengikuti pengajian di sekolahnya setiap hari Senin dan Rabu. Pengajian ini dipimpin oleh Ustadz sekaligus guru agamanya disekolah, namanya Ustadz Ali. Beliau adalah guru agama yang masih muda, beliau sangat murah senyum dan ramah. Pantas saja banyak siswa yang curhat dan tak segan – segan berkunjung kerumahnya.
Suatu hari saat istirahat Zara duduk di teras kelas, ustadz Ali duduk disampingnya. Dengan segala penyesalan dan kekecewaan, pertanyaan singkat terlintas dimulut Zara.
“Ustadz, apakah Allah akan mengampuni dosaku walau dosaku telah menumpuk?”
“Pasti Ra, kenapa?” jawab ustadz Ali tertegun dengan pertanyaan Zara.
            “Walaupun pernah melakukan zina sekalipun?” Zara kembali bertanya.
“Ya, karena ampunan Allah lebih banyak daripada dosa – dosamu,” jawab Ustadz Ali
“Zara menyesal Ustadz, kenapa Zara pernah berpacaran. Kenapa dulu Zara tidak menjaga diri Zara dari perbuatan yang mendekati murka Allah.”
“Zara, setiap orang pasti memiliki kesalahan dan kekhilafan. Jika kamu sudah mengetahui kesalahanmu, maka bersegeralah untuk meminta ampunan Allah. Mulailah untuk memperbaiki diri karena-Nya. Perbanyak baca Al Quran, karena ia adalah obat segala penyakit hati.”
Saat mereka asik bercengkrama, tiba-tiba bel masuk kelas berbunyi. Dengan terpaksa ia harus menyudahi percakapannya dengan ustadz Ali.
            Sepulang sekolah, setelah sholat dzuhur ia merenungi nasehat yang diberikan ustadz Ali. Ia mencoba untuk mengoreksi dirinya sendiri. Ia bertanya-tanya, apakah selama ini ia berjalan di jalan yang salah? Sampai ia disakiti seorang laki-laki yang sangat ia percaya. Apakah selama ini ia sudah sempurna melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah? Apakah sudah benar caranya mengingat Allah? Sampai-sampai ia masih galau pasca putus cinta. Ia menangis dalam sunyi, seolah hanya air mata yang mampu menjawab semua pertanyaannya. Air mata penyesalan, air mata jawaban. Zara pun menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya. “Mungkin Allah mengambilnya dariku karena cintaku padanya telah melalaikanku pada-Nya.” Ucapnya dalam hati.
            Malam harinya, ia menceritakan semua yang ia rasakan kepada Vita, sahabatnya lewat aplikasi BBM.
“Vit, aku merasakan sesak dalam hati ini. Entah mengapa, seperti ingin menangis namun air mata tertahan disana,” ungkapnya di BBM.
Beberapa menit kemudian, Vita membalas pesan Zara.
“Ra, coba kamu baca Al-Quran, peluk Al-Quran dengan erat sambil membaca Al Fatihah. Lalu buka halaman berapapun semaumu, dan baca satu halaman yang kau pilih pertama kali. Biasanya, kamu akan mendapatkan petunjuk insyaAllah. Aku sering menggunakan cara itu ketika galau, ustadz Ali yang mengajariku.”
Jawaban Vita cukup menenangkan hati Zara. Tak lupa ia ucapkan terimakasih kepada sahabat solehanya itu.  Didalam kajian yang pernah dibawakan ustadz Ali disekolah, beliau pernah berkata “An ta kuna sahabatahu ma’asolihin”.   Salah satu kunci kebahagiaan adalah memilih orang - orang soleh sebagai teman.
            Usai melaksanakan sholat maghrib, Zara mencoba menjalankan nasehat Vita. Dengan penuh penghayatan, ia memeluk Al-Quran dengan erat. Tak ada jarak antara Quran dengan dadanya. Seolah ketenangan yang dibawa oleh Kalam Allah itu meresap kedadanya lalu mengalir kehatinya. Zara menemukan ketenangan tiada tara, ketenangan batin yang selama ini ia cari ternyata begitu dekat dengannya. Dengan lantunan surat Al-Fatihah sebagai pembuka, ia melanjutkan membuka halaman lain. Ternyata yang terbuka adalah Surat Mu’min (orang-orang beriman), ia membaca satu halaman penuh lalu hatinya tertaut pada ayat 55. Zara membaca terjemahannya didalam hati. Tiba-tiba air mata menetes dan terus menetes. Ia mendapatkan jawaban, petunjuk, ketenangan sekaligus teguran.
“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar dan mohon ampunlah untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi,” ucapnya dengan pelan seraya meresapi makna yang terkandung dalam ayat tersebut.
            Zara menutup Al Quran, perlahan ia memeluknya dengan cucuran air mata yang sepertinya enggan untuk berhenti, seraya menundukan wajahnya ia berdoa “Ya Allah, terimakasih atas nikmatmu, petunjuk yang Kau berikan hari ini sangat berarti. Ya Allah, maafkan aku yang telah lalai ini. Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf, ampunilah dosaku. Ya Allah, masukkanlah Al Quran kedalam hatiku, jadikanlah ia sahabatku dan rahmatilah aku.”
            Keesokan harinya, disekolah Zara menemui Vita. Sahabatnya yang satu ini sangat mudah ditemui karena ia selalu berada didalam kelas.
“Vitaaaaaaaa!” panggil Zara dipintu kelas Vita.
“Hai, bagaimana sudah tenang?” tanya Vita sembari tersenyum.
“Alhamdulillah, terimakasih ya!” jawab Zara dengan memberi senyum terindah kepada sahabatnya itu.
“Jangan galau lagi. Kalau galau baca Al Quran, perbanyak mengingat Allah. Bukankah Allah telah memberikan obat dari segala penyakit? Obat hati adalah Al Quran dan hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
“Iya Vit, insyaAllah siap. Makasih ya nasehatmu sangat bermanfaat.”
Bel masuk sekolah pun berbunyi. Pelajaran pertama adalah Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan oleh Pak Andi. Selalu ada kisah indah dan nasehat yang menusuk dibalik pelajaran ini. Hari ini, beliau mengajarkan tentang rahasia hidup berkah. 7 sunah tersebut adalah menjaga wudhu, memperbanyak sholat witir dan tahajjud, sholat berjamaah, sering membaca Al Quran, sholat dhuha, puasa sunah dan bersedekah.
Tiba-tiba suara Radif memecah keheningan kelas.
“Pak, saya mau bertanya.”
“Silahkan. Apa yang ingin kamu tanyakan Radif?.”
“Apakah kita wajib mempelajari terjemahan Al Quran?.”
“Baik, pertanyaan yang bagus. Jawabannya adalah iya. Kenapa? Karena Al Quran adalah kalam Allah, yang diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman umat islam diseluruh dunia. Dengan terjemahan, kita bisa lebih mudah dalam mempelajari Al Quran. Yang namanya pedoman pasti sangat diperlukan. Semua larangan dan anjuran yang ada dalam kehidupan ini sudah tertulis di Al Quran, termasuk kisah – kisah kaum terdahulu. Selain itu anak-anak, Al Quran dapat menentramkan hati, dalam  surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.13:28).”
Zara tediam, mengingat kejadian beberapa hari lalu saat ia merasakan ketenangan saat membaca Al Quran dan terjemahannya. Dan apa yang disampaikan Pak Andi saat ini sama dengan yang pernah Vita katakan. Ia semakin yakin bahwa Al Quran adalah sebaik-baik buku, obat dari segala penyakit hati dan cahaya dalam kegelapan.
Sepulang sekolah, ia langsung pulang kerumah. Sesampainya dirumah, ia melaksanakan sholat dzuhur. Entah mengapa, hatinya merindukan Al Quran. Ia membaca surat An Nur, ia menemukan ayat yang artinya “hendaknya ia menutup kain kerudung ke dadanya...”. Selama ini, Zara memang berkerudung. Namun hanya sekedar mengetahui bahwa memakai kerudung itu wajib. Namun setelah membaca surat ini, ia pun mengerti bahwa ia harus mengulurkan kerudungnya sampai menutupi dada. Ia membuka isi tabungannya, ternyata ia memiliki uang lebih dan berniat membeli kerudung instan yang menutup dada.
“Bu, bolehkan Zara membeli kerudung baru menggunakan uang tabungan Zara?” tanyanya.
“Ya boleh lah nak. Asalkan yang ingin kau beli bermanfaat untukmu ibu tidak akan marah.”
“Kalau begitu Zara membeli kerudung sekarang ya bu!” dengan semangat ia menuju kamarnya untuk siap-siap.
 Ia pun mengajak ibunya ke toko kerudung. Sesampainya di toko, ia sangat senang mencoba kerudung – kerudung panjang yang dulu ia anggap kerudung ibu-ibu.
“Anak ibu terlihat lebih cantik kalau memakai kerudung seperti ini.”
“Ah ibu bisa saja, apakah aku terlihat seperti ibu-ibu?” dengan polos aku bertanya.
“Tidak kok, malah seperti ini ibu lebih senang. Lebih indah dipandang mata.”
Jawaban ibu membuat hatinya bergetar. Dalam hati ia berkata,
“Ia bu, indah. Karena sebenarnya ini adalah perintah Allah yang selama ini tak kujalankan, bahkan ku ingkari.”
Keesokan harinya disekolah, ia memakai kerudung yang ia beli. Banyak teman-teman yang berkomentar.
“Wih kerudungnya panjang.”
“Wah sekarang syar’i ya.”
“Bagus Ra, lanjutkan.”
Karena hanya beberapa anak yang memakai kerudung panjang, Zara menjadi kurang percaya diri. Namun semua itu sirna saat mengingat bahwa beginilah yang seharusnya. Hari berganti hari, Zara semakin asik belajar agama. Ia mengaji dirumah Ustadz Ali bersama salah seorang sahabatnya, Lia. Setiap senin mereka belajar Al Quran dan setiap rabu mereka belajar kitab-kitab seperti di pondok pesantren.
            “Buah dari mempelajari Al Quran adalah lebih dekat dengan Allah dan lebih baik perilakunya,” ucap Ustadz Ali kepada Zara dan Lia.
            Al Quran telah membawa perubahan di diri Zara. Kerudung yang awalnya sekedar menutup rambut, sekarang telah menjulur hingga menutup dada. Pakaian yang awalnya ketat sekarang telah berganti menjadi pakaian-pakaian longgar. Musik mellow yang biasa diputar saat galau berganti menjadi murrotal yang menenangkan hati.
            Suatu hari, hal tak terduga terjadi. Laki-laki yang telah menyakiti hatinya dan meninggalkannya satu tahun yang lalu tiba-tiba datang. Ardi mengirim pesan singkat di BBM.
            “Hai Ra, bagaimana kabarmu? Sudah banyak berubah nih.”
            “Baik. Alhamdulillah,” jawabnya ketus.
            “Cuek banget sekarang, sudah punya pacar baru?.”
            “Aku gak mau pacaran.”
            Beberapa menit kemudian, laki-laki itu belum juga membalas. Terbesit keinginan untuk bernostalgia kenangan-kenangan indah yang menipu dipikiran Zara. Tiba-tiba...... Foto profil BBM Ardi ganti bersama perempuan.
            “Ada salamnya dari Ayu nih,” balas Ardi.
            “Pacaran sama Ayu nih?" tanya Zara penasaran.
            “Iya.”
            Zara sengaja tidak membalas. Ia khilaf, tak seharusnya ia mengingat-ingat kemaksiatan yang pernah ia lakukan. Maksiat memang indah, tapi asalnya dari setan. Berkali-kali ia istighfar, memohon ampun dan berharap Allah melindunginya dari bisikan-bisikan setan itu. Dibutuhkan komitmen yang kuat untuk berhijrah. Dan Zara adalah perempuan yang sangat menjunjung komitmennya. Jika ia sudah memilih A, apapun resiko baik atau buruk ia akan tetap pada pilihannya.
            Suatu hari ia ingin mencoba untuk menjalankan sunnah-sunnah yang dianjurkan rosul seperti tahajjud, dhuha, puasa, dan sedekah. Saat mengaji, ia menyatakan keinginannya ini kepada ustadz Ali. Namun ustadz Ali menasehatinya.
            “Zara, niatmu sangat mulia. Namun alangkah baiknya jika kau istiqomah menjalaninya. Karena Allah menyukai amalan sedikit tapi istiqomah.”
            “Ehm..... Amalan sedikit namun istiqomah itu seperti apa ustadz?”
            “Misal, Zara sekarang sholat Tahajjud 10 rakaat, eh besok tidak tahajjud. Sekarang sholat dhuha besoknya lupa. Alangkah baiknya jika sholat tahajjud 2 rakaat tapi rutin setiap hari, lebih bagus lagi kalau rakaatnya banyak dan setiap hari tahajjud.”
            “Oh seperti itu, terimakasih nasehatnya ustadz.”
            Semenjak Zara memutuskan untuk berhijrah, banyak sekali perubahan dalam hidupnya. Berawal dari Al Quran yang membawa petunjuk dan ketenangan dalam hatinya, teman-teman soleha yang memberikan cahaya ketika ia tersesat, kerudung menutup dada yang memberikan kenyamanan sekaligus perlindungan untuknya dan amalan-amalan sunnah yang membuatnya semakin dekat dengan Allah. Ia tak tertarik lagi dengan bualan kata-kata cinta remaja dan nafsu yang mengatas namakan cinta. Sekarang yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana ia bisa menjadi anak soleha yang bisa membawa kedua orang tuanya ke surga dan mendapat ridho Allah SWT.


“Allah akan membantu orang yang bergerak dijalan Allah.” – Abu Bakar

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengeluh dan Menyerah

Untukmu, sahabatku

Penghujung tahun 2018